Goes Jakarta

Assalamualaikum…

Aku sedikit mau cerita nih, selama akhir bulan Mei hingga pertengahan Juli aku ada kegiatan PKL (Praktik kerja Lapangan) di LIPI Cibinong-Bogor. Yah, namanya juga mahasiswa yang gak bisa diam 😀 disela-sela kegiatan PKL itu, terutama weekend sukanya ucul (baca: lepas a.k.a keluyuran) ke Jakarta. Dari tempat kos di Cibinong bisa naik angkot 08 selama kira-kira 30-45 menit ke Pasar Anyar, terus jalan sedikit ke Stasiun Bogor. Di stasiun Bogor untuk ke Jakarta bisa naik Commuter Line jurusan Bogor – Jakarta Kota. Awalnya sih sebelum BBM naik harga tiketnya Rp 9000, setelah harga BBM naik tiker Commuter Line disubsisi (lumayan), menjadi Rp 5000…penghematan banget kan. Sampai di Jakarta Kota tidak perlu naik kendaraan lagi cukup jalan kaki kira-kira 100-200 meter kita sudah tiba di Kota Tua, itu lho yang terkenal dengan Museum Fatahillahnya 🙂

Berhubung baru pertama kali ke kota tua, jadi aku dan teman-teman me-list museum-museum yang akan kita sambangi. Museum yang berada di sekitar Kota Tua antara lain: Museum BI, Museum Mandiri, Museum Wayang, Museum Keramik dan tidak ketinggalan Museum Fatahillah.

Ini ada sedikit oleh-oleh saat sowan ke Kota Tua 🙂 maaf ya dokumentasi hanya sedikit

Bergaya di dalam museum BI ;)

Bergaya di dalam museum BI 😉

Sedikit pemandangan dari salah satu jendela Museum fatahillah

Sedikit pemandangan dari salah satu jendela Museum fatahillah

Salah satu pajangan di dalam Museum BI

Salah satu pajangan di dalam Museum BI

Sejarah Logo BI di Museum BI

Sejarah Logo BI di Museum BI

Bagian dalam halaman tengah Museum BI

Bagian dalam halaman tengah Museum BI

Salah satu teman berpose di sudut Museum BI

Salah satu teman berpose di sudut Museum BI

Kaca mozaik yang bersejarah di Museum BI

Kaca mozaik yang bersejarah di Museum BI

Daaannn museum wayang :)

Daaannn museum wayang 🙂

Salah satu lorong di Museum Wayang

Salah satu lorong di Museum Wayang

Akhirnya... Museum Fatahillah :)

Akhirnya… Museum Fatahillah 🙂

Bagian dalam Museum Fatahillah

Bagian dalam Museum Fatahillah

Hmm mungkin cukup segini aja foto yang bisa saya posting, maaf adanya cuma sedikit

Yang pasti semoga menjadi info menarik buat pembaca sekalian

Wassalam :):):)

Ikan Bertulang Rawan (Chondrichtyes)

Kalian semua tahu dengan yang namanya “tulang rawan”? Beberapa bagian dari tubuh kita tersusun tidak hanya dari tulang keras tetapi juga ada yang dari tulang rawan, contohnya: hidung, daun telinga dan bahkan diantara ruas-ruas tulang belakang juga terdapat tulang rawan..

Di dunia ini terdapat makhluk hidup (khususnya vertebrata) yang seluruh rangkanya tersusun atas tulang rawan. Di sini saya akan mengambil contoh dari ikan 🙂

Dikenal empat kelas ikan dan vertebrata sejenis ikan, antara lain kelas Agnatha atau vertebrata tidak berahang yang diwakili Ostrachodermi (punah) dan yang masih ada adalah Cyclostoma (Lamprey dan Hagfish ), ikan purba berahang kelas Placodermi (punah), kelas Chondrichthyes atau ikan kartilago/tulang rawan (ikan hiu, pari dan chimaera) dan kelas Osteichthyes atau ikan bertulang sejati.

Kelas Chondrichthyes masuk dalam superkelas Gnathostomata. Vertebrata kelas Chondrichthyes, hiu dan kerabatnya, disebut ikan bertulang rawan karena mereka memiliki endoskeleton yang relatif lentur yang terbuat dari tulang rawan dan bukan dari tulang keras. Namun demikian, pada sebagian besar spesies, beberapa bagian kerangka diperkuat oleh butiran berkalsium. Terdapat sekitar 750 spesies yang masih hidup dalam kelas ini. Rahang dan sirip-berpasangan berkembang dengan baik pada ikan bertulang rawan. Subkelas yang paling besar dan paling beranekaragam terdiri dari hiu dan ikan pari. Subkelas kedua terdiri atas beberapa lusin spesies ikan yang tidak umum yang disebut chimaera dan ratfish.

Ciri-ciri dari Chondrichthyes diantaranya yaitu :

  1. Rangka tulang rawan; Kerangka bertulang rawan pada ikan-ikan kelas ini adalah karakteristik yang diperoleh, bukan karakteristik primitif. Hal itu disebabkan leluhur Chondrichthyes ternyata memiliki kerangka bertulang keras dan kerangka bertulang rawan yang merupakan karakteristik kelas itu berkembang setelahnya. Selama perkembangan sebagian besar vertebrata, mula-mula kerangka tersusun atas tulang rawan, kemudian menjadi tulang keras (mengeras) seiring dengan mulai digantinya matrik tulang rawan yag lunak dengan matrik kalsium fosfat yang keras (Neil A. Campbell, 2003)
  2. Ada yg bersisik dan ada pula yang tidak
  3. Celah insang ada satu pasang, lima pasang dan tujuh pasang
  4. Letak celah insang lateral dan ventral
  5. Mulut terletak pada sisi ventral
  6. Ada yang mempunyai spirakulum dan ada yang tidak
  7. Sirip berpasangan
  8. Tidak memiliki gelembung udara
  9. Lubang hidung sepasang; Lubang hidung pada kelas chondrichtyes hanya berfungsi untuk penciuman, dan untuk bernafas.
  10. Jantung beruang dua

Klasifikasi Kelas Chondrichtyes

1. Subkelas Elasmobranchi yang dibedakan atas:

a. Ordo Squaliformes, contoh: Cirrhigaleus asper

b. Ordo Rajiformes, contoh: Dasyatis brevicaudata, Aetobatus narinari

2. Subkelas Holecephali;

Ordo Chimaeriformes, contoh: Hydrolagus colliei, Hydrolagus melanophasma

Ordo Squaliformes mencakup semua jenis ikan hiu sedangkan ordo Rajiformes mencakup jenis-jenis ikan pari. Terdapat beberapa perbedaan antara ikan hiu dan ikan pari yaitu dalam hal letak celah insang, perlekatan sirip dada dan wujud dari ekornya. Subkelas Holocephali mencakup jenis ikan langka yang disebut ikan tikus. Ikan ini tidak mirip dengan ikan hiu ataupun ikan pari dalam hal bentuk tubuh dan jumlah celah insangnya.

Morfologi dan Fisiologi

Ikan hiu dan ikan pari rahangnya bersendi pada tulang posterior atau pada elemen hiomandibula dari lengkung insang ke-2. Gigi ikan hiu berkembang baik yang membuatnya ditakuti organisme lain. Insang merupakan ciri sistem pernafasan pada ikan. Secara embriologis, celah insang tumbuh sebagai hasil dari serentetan evaginasi faring yang tumbuh keluar dan bertemu dengan invaginasi dari luar. Terdapat variasi perlengkapan insang pada berbagai ikan. Ikan hiu dan ikan pari memiliki 5-7 pasang celah insang ditambah pasangan celah anterior non respirasi yang disebut spirakel. Ikan hiu ataupun ikan bertulang rawan pada umumnya, tidak ditemukan struktur yang mirip paru-paru.

Ada beberapa ikan hiu dan ikan pari yang mempunyai organ luminesen. Bioluminesen adalah pancaran sinar oleh organisme, sebagai hasil oksidasi dari berbagai substrat dalam memproduksi enzim. Susunan substratnya disebut lusiferin dan enzim yang sangat sensitive sebagaikatalisator oksidasi disebut lusiferase. Organ luminesen (organ yang mampu menghasilkan sinar) ditemukan pada beberapa ikan hiu, ikan pari berlistrik (Benthobatis moresbyi) dan beberapa ikan tulang keras khususnya yang tinggal di laut dalam. Adanya organ yang memproduksi sinar ini dapat digunakan untuk menaksir kedalaman laut, dimana ikan tersebut tinggal.

 

Sistem Urinaria 2

Nah, posting kali ini akan melanjutkan postingan seelumnya mengenai sistem urinaria 1, enjoy 🙂

2.1    Ureter

Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil penyaringan ginjal (filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis menuju vesica urinaria. Terdapat sepasang ureter yang terletak retroperitoneal, masing-masing satu untuk setiap ginjal.

Histologi ureter

Ureter meninggalkan ginjal di daerah hillus dan memasuki kandung kemih (vesika urinaria), menembus tunika muskularis dengan posisi miring. Saat ureter menembus kandung kemih, terdapat semacam katup mukosa yang akan menutup lubang ureter bila kandung kemih penuh. Katup ini merupakan mekanisme penyelamat untuk menghindari aliran kembali.

Dinding ureter terdiri dari 3 lapisan:

  1. Selaput lendir peralihan
  2. Tunika muskularis
  3. Serosa etau adventisia

Selaput lendir membentuk lipatan memanjang, lumennya berbentuk bintang pada sayatan melintang. Selaput lendir peralihan terdiri dari lima sampai 6 lapis sel epitel peralihan. Tebalnya tergantung pada jenis hewannya. Ureter  pada kuda, keledai, dan bagal (mule) mempunyai kelenjar tubuloalveolar barcabang yang bersifat mukous dalam lamina propria-sub mukosa, tersebar mulai dari pelvis renalis sampai sepertiga bagian atas pada ureter. Sekretnya memberikan konsistensi mukous dan serabut yang khas pada kemih spesies ini.

Tunika muskularis terdiri dari 3 lapis, lapis dalam dan lapis luar tersusun memanjang, dan lapis tengah tersusun melingkar. Jaringan ikat longgar sering memisah berkas-berkas otot polos, terutama pada lapis memanjang. Susunan tersebut bersifat mengulir yang mendorong gerakan peristaltik mengalirkan kemih menuju kandung kemih. Lapis ureter paling luar bisa serosa atau adventisia, tergantung keadaan serta pertautan dengan peritoneum, jumlah sel lemak periureter, dan daerah potongannya.  Adventisia terdiri dari jaringan ikat longgar dengan serabut kolagen dan elastik mengandung pembuluh darah dan sel-sel lemak disekitar tepi.

2.1    Vesica Urinaria

Vesika urinaria atau yang lebih dikenal dengan kantong kemih merupakan salah satu organ dalam saluran ekskresi yang berbentuk seperti kantung. Kantung ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan urin sementara sebelum  kemudian dikeluarkan memalui saluran ureter. Berdasarkan letaknya di dalam susunan sistem urinaria, bagian ini terletak sebelum saluran uretra dan dibawah saluran ereter, atau dengan kata lain kantong kemih terletak di antara ureter dan uretra. Bagian ini disebut sebagai simpanan sementara dikarenakan bagian ini dialiri kemih secara terus menerus dari 2 saluran ureter di atasnya.

Anatomi dan histologi Vesica Urinaria

Setelah kantong ini penuh, akan timbul rangsangan saraf pada cincin otot muaranya ke pipa kemih luar (uretra) untuk mengeluarkan isinya sekaligus semua (Yatim, 1991).

Secara histologis, kandung kemih merupakan ureter yang meluas, sebab lapisan yang terdapat pada kantung kemih terdapat juga pada ureter. Perbedaan utama terletak pada tebal relatif lapisan dindingnya, terutama pada tunika muskularis dan adanya muskularis mukosa yang tipis pada beberapa hewan (Dellmann & Brown, 1992).

Dari penjelasan di atas, maka dapat diketahui bahwa secara histologis lapisan penyusun dinding kantong kemih terdapat 3 lapis. Lapisan dari ddalam ke luar yaitu tunika mukosa, tunika muskularis, dan tunika adventisia.

1.      Tunika Mukosa

Lapisan ini merupakan lapisan paling dalam yang berbatasan secara langsug dengan lumen.  Penyusun lapisan ini berupa sel epitel berlapis banyak yang lebih tebal dari ueter dan lamina propia yang terdiri atas jaringan ikat areolar dan mengandung banyak serabut elastin.  Menurut Yatim (1991), waktu kantung kemih kososng, sel epitel penyusun tunika mukosa ini berbentuk batang atau kubus.waktu terisi penuh, bentuknyapun menggepeng dan lumennyapun meluas. Melihat kondisi seperti ini maka sel epitelnya disebut dengan epitel transisional.

Tebal epitel transisional ini bervariasi, dari 3 sampai dengan 14 lapis sel, tergantung pada spesies serta derajat pemekarannya (Dellmann & Brown, 1992).

2.      Tunika Muskularis

Merupakan lapisan yang berupa berkas otot polos yang terdiri atas 3 lapis . lapisan terdalam tersusun secara longitudinal,kemudian sirkuler, dan yang paling luar sirkuler (Tenzer. Dkk, 2001). Tunika muskularis merupakan lapisan yang paling tebal dari lapisan yang lainnya. Di antara ketiga lapisan otot polos tersebut yang paling tebal adalah lapisan otot sirkuler.

Menurut menurut Dellmann dan Brown (1992) dalam bukunya yang berjudul “Text Book Of Veterinary Histology” dikatakan bahwa bentuk atau pola susunan dari 3 lapisan muskularis ini merupakan susunan yang penting. Pola dari lapisan ini saling menjalin membentuk jalinan yang cukup kuat sehingga otot pada daerah kantong kemih ini disebut dengan otot Detrusor. Pada daerah hubungan ureter dengan kantung kemih, lapisan longitudinal otot ureter membentuk jalinan dengan lapisan yang sama pada kantung kemih. Keadaan ini membentuk sfingter yang fungsional, yaitu mencegah aliran kembali dari kemih.

Pada leher kandung kemih, otot detrusor mengarah ke uretra dan memusat ke arah lubang uretra. Kontraksi otot longitudinal akan memperbesar lumen uretra dan memperpendeknya. Mekanisme inimengawali pembuangan kemih. Susunan melingkar serabut elastik pada leher kantung kemih dan bagian proksimal uretra membantu menutup uretra setelah pembuangan kemih.

3.      Tunika Adventisia

Merupakan lapisan paling luar dari lapisan penyusun kantung kemih. Bagian ini berupa jaringan ikat yang bagian luarnya diselaputi oleh mesotel. Di sebelah luar dari tunika adventisia merupakan tunika serosa dan peritoneal yang diselubungi oleh jaringat ikat longgar. Di bagian terluar lagi ada simpul saraf simpatik yang disebut plexus vesicalis. Simpul saraf ini yang berperanan untuk mengontrol proses kencing.

2.1    Uretra

Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan wanita. Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm) dibanding uretra pada pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan bermuara pada orifisiumnya di antara klitoris dan vagina (vagina opening). Terdapat m. spchinter urethrae yang bersifat volunter di bawah kendali somatis. Jenis epitelnya bervariasi, tetapi yang utama epitel berlapis gepeng. Namun, di dekat kandung kemih biasanya terdapat epiteh transisional yang mungkin juga terdapat bercak-bercak epitel bertingkat atau epitel berlapis kolumnar. Lumen berbentuk seperti bulan sabit pada irisan melintang dan mukosa membentuk lipatan longitudinal. Lamina propia terdiri atas jaringan ikat longgar dan berisi pleksus vena berdinding tipis, mirip seperti korpus spongiosum pada pria. Mukosa terutama dikelilingi otot polos yang berjalan longitudinal, yang merupakan lanjutan otot polos di lapisan kandung kemih. Pada bagian permulaan uretra, serat-serat berjalan melintang dan ini merupakan lanjutan otot detrusor yang berfungsi sebagai sefingter yang tidak disadari. Lapisan otot polos dikelilingi oleh sfingter otot skelet, yaitu sfingter uretra yang disadari. Tunika adventisia sebagai  lapisan vagina yang terdiri dari jaringan ikat.

Sedangkan uretra pada pria , memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter interna (otot polos terusan dari m.detrusor dan bersifat involunter) dan m.sphincter externa (di uretra pars membranosa, bersifat volunter), sedangkan pada wanita hanya memiliki m.sphincter externa (distal inferior dari kandung kemih dan bersifat volunter).

Pada pria, secara anatomis terdiri atas tiga bagian, yaitu: pars prostatika (yang berjalan menembus prostat), pars membranosa (yang menyilang oto sfingter uretra dan membran perinealis) dan pars spongiosa (yang berjalan melalui korpus spongiosum dan glas penis).

1.      Pars prostatika

Panjangnya (3-4 cm), merupakan bagian yang melewati/menembus kelenjar prostat. Bagian ini dapat lebih dapat berdilatasi/melebar dibanding bagian lainnya. Waktu berjalan melalui prostat menerima muara saluran keluar prostat, selanjutnya tonjolan berbentuk kerucut (kolikulus seminalis) terdapat pada dinding posterior. Lubang kecil pada kolikulus seminalis membentuk kantong kecil yang buntu disebut utrikulus prostatikus.

Pars prostatika uretra dibatasi oleh epitel transisional, lammina propia terdiri atas jaringan ikat longgar dan pada bagian yang lebih dalam banyak vaskularisasi. Mukosa dikelilingi oleh selapis otot polos, yang merupakan lanjutan lapisan otot longitudinal sebelah luar.

2.      Pars membranosa

Panjangnya (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan tersempit. Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis melintasi diafragma urogenital. Diliputi otot polos dan di luarnya oleh m.sphincter urethrae eksternal yang berada di bawah kendali volunter (somatis). Epitel yang membatasi adalah epitel berlapis kolumnar. Otot polos selanjutnya dikelilingi otot skelet di membran perinealis dalam nentuk sfingter uretra yang disadari.

3.      Pars spongiosa

Panjangnya (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang, membentang dari pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar penis. Bagian ini dilapisi oleh korpus spongiosum di bagian luarnya. Ditemukan pelebaran lumen yang kemudian menjadi sempit lagi sampai mencapai glans penis. Dan lumen melebar lagi membentuk fossa navikularis. Epitelnya berlapis kolumnar sampai fossa navikularis, yang dibatasi oleh epitel berlapis gepeng, berhubungan langsung dengan epidermis bagian luar.

Sfingter pada wanita

DAFTAR RUJUKAN

Dellmann, H. Dieter., dan Brown, Esther M. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner II, Edisi Ketiga. Jakarta: UI-Press

Geneser, finn.1994. Text Book of Histology. Denmark: Mungksgraard

Tenzer, Amy., Judani, Titi., Handayani, Nursasi., dan Lestari, Umie. 2001. Petunjuk Praktikum Struktur Hewan. Malang: FMIPA UM

Yatim, Wildan. 1991. Biologi Modern Histologi. Bandung: Tarsito

The Dream

Yah bingung juga mau ngetik apa…karena perasaan saat ini lagi heavy disappointed (baca: kecewa berat) bener gak sih?

Ah kalian semua tahu semeru kan? Itu lho gunung tertinggi di Pulau Jawa

Image

Nah liburan semester kali ini ingin sekali melakukan pendakian ke sana. Jiwa untuk berpetualang dan mengenal alam itu terpanggil (eciyee…). Ingin menghirup udaranya yang bersih, ingin merasakan dinginnya udara yang menusuk tulang *brrr dan melihat keajaiban alam tentunya 🙂

Tetapi….karena rencana yang mendadak dan kebetulan ada acara keluarga melayanglah semua impian itu (semacam layangan putus) *terpuruk di tanah*

Yah semoga saja suatu saat impian itu akan terwujud suatu saat nanti (entah kapan) serta bisa ngecamp di tepi ranu kumbolo yang asri dan cantik 🙂 amin…

Image

So, teman-teman tetaplah bermimpi dan berusaha (jangan lupa berdoa) agar mimpimu bisa terwujud dengan cara yang sempurna… ^_^

Kiss ‘n Hug

Char

Sistem Urinaria 1

Setiap orang pasti pernah dong yang namanya Buang Air Kecil a.k.a Pipis hihihi ^^. Tahu gak sih, kalau proses terjadinya urin atau air seni tidak sesederhana kita membuangnya. Organ dalam tubuh yang berperan penting adalah GINJAL, ya ginjal berperan sebagai filter darah yang mengalir di tubuh. Nah, disini saya akan membahas sedikit mengenai ginjal dan organ lain yang menyusun sistem urinaria pada manusia, enjoy it :))

2.1 Ginjal

Ginjal berbentuk seperti kacang merah dengan panjang 10-12 cm dan tebal 3,5-5 cm, terletak di ruang belakang selaput perut tubuh (retroperitonium) sebelah atas. Ginjal kanan terletak lebih ke bawah dibandingkan ginjal kiri.

Anatomi ginjal

Anatomi ginjal

Ginjal terdiri atas dua bagian yaitu:

a. Kulit Ginjal (korteks)

b. Sumsum ginjal (medula)

Korteks ginjal terdiri atas beberapa bangunan yaitu

  1. Korpus Malphigi terdiri atas kapsula Bowman (bangunan berbentuk cangkir) dan glomerulus (jumbai /gulungan kapiler).
  2. Bagian sistem tubulus yaitu tubulus kontortus proksimalis , tubulus kontortus distal, dan Lengkung Henle

2.1.1        Korteks

  1. Badan MalpighiBadan Badan Malphigi terdiri atas 3 macam bangunan yaitu kapsul Bowman dan glomerulus. Kapsul Bowman merupakan pelebaran ujung proksimal saluran keluar ginjal (nefron) yang dibatasi epitel. Bagian ini diinvaginasi oleh jumbai kapiler (glomerulus) sampai mendapatkan bentuk seperti cangkir yang berdinding ganda. Dinding sebelah luar disebut lapis parietal (pars parietal) sedangkan dinding dalam disebut lapis viseral (pars viseralis) yang melekat erat pada jumbai glomerulus. Ruang diantara ke dua lapisan ini sebut ruang Bowmanyang berisi cairan ultrafiltrasi. Dari ruang ini cairan ultra filtrasi akan masuk ke dalam tubulus kontortus proksimal.
    • Glomerolus
    Kapsula Bowmann

    Kapsula Bowmann

    Glomerulus merupakan bangunan yang berbentuk khas, bundar dengan warna yang lebih tua daripada sekitarnya karena sel-selnya tersusun lebih padat. Glomerulus merupakan gulungan pembuluh kapiler. Glomerulus ini akan diliputi oleh epitel pars viseralis kapsul Bowman. Di sebelah luar terdapat ruang Bowman yang akan menampung cairan ultra filtrasi dan meneruskannya ke tubulus kontortus proksimal. Ruang ini dibungkus oleh epitel pars parietal kapsul Bowman

    • Kapsul Bowman

    Kapsul bowman berbentuk lapis parietal pada satu kutub bertautan dengan tubulus kontortus proksimal yang membentuk kutub tubular, sedangkan pada kutub yang berlawanan bertautan dengan arteriol yang masuk dan keluar dari glomerulus. Kutub ini disebut kutub vaskular. Arteriol yang masuk disebut vasa aferen yang kemudian bercabang-cabang lagi menjadi sejumlah kapiler yang bergelung-gelung membentuk kapiler. Pembuluh kapiler ini diliputi oleh sel-sel khusus yang disebut sel podosit yang merupakan simpai Bowman lapis viseral. Sel podosit ini dapat dilihat dengan mikroskop elektron. Kapiler-kapiler ini kemudian bergabung lagi membentuk arteriol yang selanjutnya keluar dari glomerulus dan disebut vasa eferen, yang berupa sebuah arteriol.

  2. Tubulus Kontortus, yang dibedakan 2 macam yaitu :
  1. Tubulus Kontortus ProksimalTubulus kontortus proksimal berjalan berkelok-kelok dan berakhir sebagai saluran yang lurus di medula ginjal (pars desendens Ansa Henle). Dindingnya disusun oleh selapis sel kuboid dengan batas-batas yang sukar dilihat. Inti sel bulat, bundar, biru dan biasanya terletak agak berjauhan satu sama lain. Sitoplasmanya bewarna asidofili (kemerahan). Permukaan sel yang menghadap ke lumen mempunyai paras sikat (brush border). Tubulus ini terletak di korteks ginjal.Fungsi tubulus kontortus proksimal adalah mengurangi isi filtrat glomerulus 80-85 persen dengan cara reabsorpsi via transport dan pompa natrium. Glukosa, asam amino dan protein seperti bikarbonat, akan diresorpsi
  2. Tubulus kontortus distalTubula berkelok-kelok lagi sebagai kelokan yang kedua yang disebut tubula distal. Tubulus kontortus distal berjalan berkelok-kelok.-          Penyusun

    Dindingnya disusun oleh selapis sel kuboid dengan batas antar sel yang lebih jelas dibandingkan tubulus kontortus proksimal. Inti sel bundar dan bewarna biru. Jarak antar inti sel berdekatan. Sitoplasma sel bewarna basofil (kebiruan) dan permukaan sel yang mengahadap lumen tidak mempunyai paras sikat.

    –          Letak

    Bagian ini terletak di korteks ginjal.

    –          Fungsi

    Fungsi bagian ini juga berperan dalam pemekatan urin. Penyerapan kembali (Reabsorbsi) terjadi penambahan zat-zat sisa serta urea pada tubulus kontortus distal. Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di tubulus kontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter adalah 96% air, 1,5% garam, 2,5% urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu yang berfungsi memberi kehangatan dan bau pada urin.

    Adapun hal-hal yang Mempengaruhi Produksi Urin yaitu Hormon anti diuretik (ADH) yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis posterior akan mempengaruhi penyerapan air pada bagian tubulus distal karma meningkatkan permeabilitias sel terhadap air. Jika hormon ADH rendah maka penyerapan air berkurang sehingga urin menjadi banyak dan encer. Sebaliknya, jika hormon ADH banyak, penyerapan air banyak sehingga urin sedikit dan pekat. Kehilangan kemampuan mensekresi ADH menyebabkan penyakti diabetes insipidus. Penderitanya akan menghasilkan urin yang sangat encer.

    3. Lengkung HenleLengkung Henle mengambil nama Jacob Henle (1809-1885), seorang ahli anatomi berkebangsaan Jerman yang mendeskripsikan lengkung di dalam ginjal tersebut. Saluran lengkung Henle ini ada yang menurun dan menaik. Orang dewasa memiliki panjang seluruh tubulus lebih kurang 7,5-15 m.

    –          Penyusun

    Ansa henle terbagi atas 3 bagian yaitu bagian tebal turun (pars asendens), bagian tipis (segmen tipis) dan bagian tebal naik (pars asendens). Segmen tebal turun mempunyai gambaran mirip dengan tubulus kontortus proksimal, sedangkan segmen tebal naik mempunyai gambaran mirip tubulus kontortus distal.

    Segmen tipis ansa henle mempunyai tampilan mirip pembuluh kapiler darah, tetapi epitelnya sekalipun hanya terdiri atas selapis sel gepeng, sedikit lebih tebal sehingga sitoplasmanya lebih jelas terlihat. Selain itu lumennya tampak kosong.

    –          Letak

    Ansa henle terletak di medula ginjal, di antara  tubuIus kontortus proksimal dan  tubulus kontortus distal terdapat gelung / lengkung Henle pars ascenden (naik) dan pars descenden (turun). Pada lapisan medula ginjal terdapat lengkung Henle. Lengkung Henle merupakan saluran ginjal atau tubulus yang menghubungkan antara tubulus distal pada daerah korteks dengan tubulus proksimal.

    –          Fungsi

    Fungsi ansa henle adalah untuk memekatkan atau mengencerkan urin. Lengkung Henle menjaga gradien osmotik dalam pertukaran lawan arus yang digunakan untuk filtrasi. Vasa rekta merupakan kapiler yang mengelilingi lengkung Henle.

    2.1.1        Medula

    Sumsum ginjal (medula) terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut piramid renal. Dengan dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut apeks atau papila renis, mengarah ke bagian dalam ginjal. Satu piramid dengan jaringan korteks di dalamnya disebut lobus ginjal. Piramid antara 8 hingga 18 buah tampak  bergaris – garis karena terdiri atas berkas saluran paralel (tubuli dan duktuskoligentes). Diantara piramid terdapat jaringan korteks yang disebut dengan kolumna renal. Pada bagian ini berkumpul ribuan pembuluh halus yang merupakan lanjutan dari simpai bownman. Di dalam pembuluh halus ini terangkut urine yang merupakan hasil penyaringan darah dalam badan malphigi, setelahmengalami berbagai proses.

    Bagian medulla yang paling banyak adalah pembuluh penampung (duktus koligen). Merupakan saluran yang menghubungkan tubulus kontortus distal dengan kalis minor. Tubulus koligen dari nefron dibatasi oleh epitel kubus selapis dan yang berdiameter besar dilapisim oleh epitel batang selapis.

 

Sistem Navigasi Pada Burung

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Migrasi dalam kehidupan hewan dapat didefinisikan sebagai pergerakan musiman yang dilakukan secara terus menerus dari satu tempat ke tempat lain dan kembali ke tempat semula, biasanya dilakukan dalam dua musim yang meliputi datang dan kembali ke daerah perkembangbiakan (Alikondra, 1990). Beberapa jenis hewan melakukan migrasi, tidak hanya burung saja tetapi beberapa jenis hewan lain pun melakukan migrasi, contohnya jenis kepiting kecil di Amerika dan Kupu-Kupu Raja. Seringkali kita terheran-heran betapa menakjubkannya proses migrasi hewan tersebut karena menempuh jarak yang beratus-ratus kilometer hanya untuk mempertahankan hidupnya.

Banyak faktor yang dapat memungkinkan terjadinya migrasi, tetapi migrasi jarak jauh biasanya menunggu kondisi terbang yang memungkinkan. Burung memerlukan angin yang sesuai agar dapat membantu pergerakan selama perjalanan. Banyak burung-burung migran berjuang dalam keadaan yang paling tidak aman untuk mencapai tujuannya (Peterson, 1986). Selama penerbangan jauh yang berbahaya dari tempat asal ke tempat tujuan, burung menggunakan berbagai macam kemampuan untuk menentukan arahnya.

Burung migran tidak memulai perjalanan migrasinya dari tempat yang sama. Ketika saat bermigrasi tiba, masing-masing burung berada di tempat yang berbeda. Pada sebagian besar spesies, pertama-tama mereka berkumpul di tempat tertentu untuk kemudian bermigrasi bersama. Beberapa jenis burung migran yaitu burung kolibri yang merupakan burung migran terkecil, burung merpati, burung bangau, angsa, burung Bulbul, dan beberapa burung pemangsa seperti Sikep Madu Asia (Pernis ptylorhynchus orientalis), Elang Alap Cina (Accipiter soloensis) dan Elang Alap Nipon (Accipiter gularis). Dalam makalah ini akan dibahas tentang proses migrasi dan sistem navigasi atau kompas pada burung pemangsa yaitu elang secara keseluruhan.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1.1 Tipe-Tipe Migrasi

Migrasi adalah perpindahan hewan secara massal dari satu tempat ke tempat lain (Susanto, 2000:38). Migrasi dalam kehidupan hewan dapat didefinisikan sebagai pergerakan musiman yang dilakukan secara terus menerus dari satu tempat ke tempat lain dan kembali ke tempat semula, biasanya dilakukan dalam dua musim yang meliputi datang dan kembali ke daerah perkembangbiakan (Alikondra, 1990). Migrasi ada yang bersifat dispersal, artinya sejumlah hewan pindah dari habitat yang ditempati oleh induk dan keluarganya ke tempat lain sebagai akibat dari kepadatan populasi. Migrasi dapat pula terjadi meskipun kepadatan populasinya tidak padat, tetapi disebabkan oleh faktor lain, terutama faktor kondisi fisik lingkungannya, misalnya perubahan suhu dan persediaan sumber daya makanan. Migrasi yang disebabkan oleh perubahan kondisi lingkungan seringkali melibatkan hampir seluruh anggota populasi, misalnya burung yang bermigrasi dari belahan bumi utara ke belahan bumi selatan pada musim dingin. Secara keseluruhan migrasi bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup hewan migran.

Menurut Susanto (2008:190) migrasi dibedakan menjadi beberapa tipe, antara lain:

  1. 1.      Migrasi Harian

Migrasi harian adalah migrasi yang dilakukan dalam waktu satu hari atau kurang untuk pergi dan kembali. Contohnya, plankton bergerak ke permukaan air pada siang hari dan turun ke tempat yang lebih dalam pada malam hari. Pada waktu ada di daerah permukaan plankton dapat menyerap sinar matahari sebanyak-banyaknya untuk fotosintesis, dan di tempat yang dalam dapat menghisap unsur-unsur mineral. Keluang dan kelelawar meninggalkan sarang atau liangnya untuk mencari makan pada malam hari, dan kembali pada pagi hari. Ketam pantai bergerak sesuai dengan gerakan air laut pada waktu pasang-naik dan pasang-surut.

  1. 2.      Migrasi musiman

Migrasi musiman disebut juga migrasi annual. Dalam hal ini, waktu yang diperlukan hewan untuk pergi dan kembali, atau untuk menetap (sementara atau seterusnya) kurang lebih satu musim, sehingga dalam tahun yang sama hewan berada di dua tempat yang berbeda. Migrasi musiman dapat dijumpai pada banyak hewan yang kondisi lingkungan habitatnya berubah secara musiman. Hewan-hewan pemakan rumput yang hidup di daerah dingin dan daerah beriklim sedang melakukan migrasi naik ke lereng gunung atau turun ke lembah secara musiman. Perpindahan ke tempat yang lebih tinggi atau lebih rendah disebut migrasi altitudinal. Misalnya rusa Amerika bergerak naik gunung pada musim panas dan turun gunung pada musim dingin. Perpindahan itu dilakukan untuk menghindari cuaca dingin di tempat tinggi pada musim dingin dan cuaca panas di dataran rendah pada musim panas. Migrasi itu tampaknya juga berhubungan dengan persediaan makanan.

Migrasi musiman juga berlangsung secara latitudinal (migrasi latitudinal), artinya hewan pindah dari satu tempat ke tempat lain dengan melintasi garis lintang bumi. Migrasi latitudinal sering kali dapat menempuh jarak yang sangat jauh, misalnya dari daerah kutub utara ke belahan bumi bagian selatan dengan melawati garis khatulistiwa. Burung-burung yang hidup secara terrestrial di belahan bumi utara sering bermigrasi ke arah utara ke daerah yang persediaan makanan berlimpah pada musim panas, dan pergi ke daerah savana di selatan pada musim dingin. Di antara burung-burung itu ada yang mengalami musim kawin di derah paleartik selama musim dingin. Di samping itu ada burung-burung yang dapat mencapai Afrika. Burung-burung itu menghabiskan waktunya selama musim dingin di daerah hutan pohon berduri dan savana. Kedatangan burung-burung itu di tempat tersebut bertepatan dengan masaknya buah-buahan yang hidup di daerah tersebut (Begon,1996).

  1. 3.      Migrasi Lokal

Migrasi lokal tidak melibatkan perubahan ketinggian tempat dan tidak sampai melintasi garis lintang. Jarak yang ditempuh amat terbatas. Migrasi ini banyak dijumpai di daerah padang rumput dearah tropis yang musim penghujan dan kemaraunya berpengaruh terhadap persediaan air. Migrasi yang berkaitan dengan persediaan air itu dapat dijumpai di Taman Nasional Baluran, yang terletak di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Di Taman Nasional itu, persediaan air minum pada musim kemarau untuk hewan liar hanya ada di daerah pantai, yaitu di rawa atau sumber air. Pada sore dan malam hari hewan-hewan (kijang, babi hutan, kerbau, dan banteng) pergi ke rawa dan sumber air lain untuk minum. Hewan-hewan itu berada di daerah pantai, yang tertutup oleh hutan pantai, selama malam hari. Pada pagi hari, menjelang matahari terbenam hewan-hewan pergi ke arah kaki Gunung Baluran sambil merumput di savana.

Selain itu ada pula yang disebut vagran, yaitu spesies yang bermigrasi di luar jadwal migrasi atau di luar jangkauan jalur migrasi. Ini sering disebut sebagai jenis migran tersasar. Misalnya, spesies tersebut mempunyai waktu migrasi Oktober-Desember, tetapi spesies vagran itu berkunjung di wilayah migrasinya pada bulan  Mei atau Agustus. Atau spesies tersebut memiliki jalur ke wilayah Malaysia, tetapi beberapa jenis melakukan perjalanan soliter ke Sumatera atau Jawa.

Burung pemangsa Di dunia terdapat 292-312 spesies burung pemangsa (Howard & Moore, 1991 serta Thiollay, 1994). Di Indonesia sendiri terinterpretasi 69 spesies burung pemangsa (Rudyanto, 2001), 26 bertipe migran interkontinental dan dua di antaranya tipe vagran.

2.1.2 Faktor Migrasi Burung

Berikut adalah beberapa faktor yang mendorong migrasi hewan, terutama migrasi burung. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi 2 yaitu:

  1. Faktor Eksternal
  • Angin

Pada ketinggian dimana burung terbang, kecepatan angin bisa mencapai 20 mil/jam. Angin pertama bisa saja mendorong burung untuk terbang maju atau malah sebaliknya menghempaskannya ke belakang, padahal angin kedua (susulan) dapat dengan mudah menggandakan kecepatan tersebut. Angin kencang dapat mencegah burung kecil untuk bermigrasi. Persimpangan angin yang kuat dapat menyeret burung sangat jauh dan dapat menjadi bencana bagi burung darat yang terbang di atas samudra, angin seperti inilah yang sering menjadi alasan terhadap beberapa burung yang kadang ditemukan jauh diluar jangkauan normalnya.

  • Temperatur

Pada musim semi, burung-burung daerah utara lebih memilih suhu yang hangat dan angin selatan yang dicirikan oleh adanya sistem tekanan tinggi di belahan selatan, di musim gugur, mereka lebih menyukai suhu rendah dan angin utara yang terjadi mengikuti jalur dingin di depan.

  • Hujan, perubahan cuaca, dll.
  1. Faktor Internal
  • Aktivitas kelenjar endokrin

Diperkirakan burung mulai bermigrasi pada waktu yang sama setiap tahun. Keberangkatan burung untuk bermigrasi tampaknya ditentukan oleh pengaruh interaksi kompleks dari berbagai rangsangan luar (termasuk cuaca) dan penanggalan biologis yang memungkinkan burung mengetahui perubahan musim (Peterson, 1986). Di antara penanggalan biologis tersebut terdapat kelenjar endokrin, alat yang dapat merangsang burung jantan untuk bernyanyi dan burung betina untuk bertelur. Burung mengalami perubahan biologis berhubungan dengan reproduksi di saat sebelum dan sesudah musim bersarang, sehingga kelenjar endokrin menjadi sangat aktif. Dalam periode inilah kebanyakan burung bermigrasi (Peterson, 1986). Dengan demikian kegiatan periodik kelenjar endokrin tampaknya merupakan salah satu penyebab burung memulai perjalanan panjangnya.

  • Pertambahan Populasi, dengan dampak :

a. Kompetisi dalam mendapatkan makanan dan air

Penyebab migrasi yang lain erat kaitannya dengan penambahan populasi baru. Ledakan populasi akibat menetasnya anak burung menyebabkan tuntutan makanan dalam jumlah besar secara tiba-tiba, tetapi hal ini bersifat sementara. Keadaan ini menyebabkan burung terbang ke daerah musim semi untuk memenuhi kebutuhan makanan berlimpah yang juga bersifat sementara (Peterson, 1986). Penanggalan biologis yang diatur oleh rangsangan dari luar dapat menyiapkan burung untuk bermigrasi, tetapi saat yang paling tepat untuk memulai migrasi ditentukan oleh cuaca.

b. Kompetisi dalam mendapatkan ruang tinggal

Pertambahan populasi juga menyebabkan dampak yang bersifat permanen, seperti perebutan ruang tinggal atau daerah kekuasaan. Hal ini juga akan semakin potensial terjadi jika pada daerah itu terdapat banyak spesies yang saling berkompetisi.

2.2    Jalur Migrasi Burung

Seperti diketahui bahwa burung terbang beratus-ratus bahkan beribu-ribu kilometer untuk terus mempertahankan hidupnya. Setiap akhir September sampai Desember, berlangsung musim migrasi burung dari belahan Bumi utara meliputi wilayah Utara daratan Asia, Eropa, dan Amerika. Saat itu berbagai macam rantai makanan terputus oleh hibernasi berbagai spesies mangsa dan iklim ekstrem, sehingga ribuan individu bermigrasi melintasi benua menuju wilayah yang bisa mencukupi kebutuhan makan dan aktivitas hariannya. Indonesia adalah salah satu negara yang dilintasi migrasi burung pemangsa. Indonesia merupakan lokasi yang cocok sebagai jalur migrasi dan lokasi istirahat (resting sites) saat burung bermigrasi.

Di antara yang bermigrasi adalah jenis burung pemangsa. Mereka kerap dikategorikan sebagai top predator dalam piramida makanan, sehingga kadang disebut sebagai raptor, burung elang, atau alap-alap. Sebenarnya elang dan alap-alap itu berbeda, tetapi masyarakat sering mempersepsikan sama. Karena migrasi berlangsung dalam jumlah besar, lintasan migrasinya harus memiliki wilayah-wilayah ekosistem yang baik untuk memenuhi kebutuhan mangsa burung-burung migran ini.

Migrasi burung pemangsa atau raptor migran Asia di Indonesia memiliki dua jalur besar yaitu dari semenanjung Malaya dan dari Kepulauan Filipina. Untuk spesies tertentu diperkirakan juga melalui jalur kecil dari kepulauan Nicobar, India. Dari semenanjung Malaya, kelompok-kelompok individu melewati Kepulauan Riau (Bengkalis dan Rupat) kemudian bergerak menuju ke arah Tenggara melintasi Sungai Serka (Riau), Muara Banyuasin, Simpanggagas dan Sungai Sembilang (Sumatera Selatan), Lampung Timur, dan diperkirakan melewati Bakauheni untuk menuju ke Pulau Dua, Teluk Banten.

Dari teluk Banten, kelompok tersebut bergerak menuju ke selatan melintasi Gunung Halimun, Kota Bogor, Puncak, dan pecah menjadi dua jalur di wilayah utara dan selatan Bandung dan diperkirakan melintasi wilayah Bantarujeg dan Ceremai. Dari Ceremai, kelompok besar tersebut melintasi sekitar Gunung Slamet, dataran tinggi Dieng, Sumbing sampai melintas wilayah Merapi dan Merbabu ke arah Gunung Arjuna, Argopuro, kemungkinan melintasi Semeru sampai pecah dua kelompok di mana satu kelompok besar ke arah timur yaitu Pulau Bali melintasi wilayah Meru Betiri dan kelompok kecil ke arah Sadengan dan Plengkung, Alas Purwo, Banyuwangi.

Di Bali, kelompok-kelompok burung pemangsa migran ini bersatu kembali di Teluk Terima, Bali Barat dan melakukan migrasi kembali ke arah wilayah Danau Batur kemungkinan melintasi Gunung Agung menuju ke arah Gunung Seraya. Dari Seraya, beberapa kelompok raptor bermigrasi ke Nusa Tenggara. Catatan di wilayah Nusa Tenggara Barat belum ada tetapi dari beberapa pulau di Nusa Tenggara Timur, Accipiter soloensis tercatat melakukan migrasi di wilayah Pulau Komodo, Pulau Sumba, Maumere, dan Golo Lusang, Flores.

Untuk kelompok kecil seperti jenis Accipiter badius dan Aviceda leuphotes kemungkinan besar melewati kepulauan Nicobar dan Andaman menuju Kepulauan Nias dan Mentawai dan ke arah Sumatera Selatan dan Lampung bahkan sampai Jawa. Tahun 2001 tercatat keberadaan Aviceda leuphotes di Banjar Sari dan Desa Caringin Bogor, Jawa Barat. Di Nias dan Mentawai juga ada catatan mengenai Accipiter soloensis, tetapi kemungkinan besar merupakan individu yang keluar dari jalur migrasi alami di Semenanjung Malaya.

Jalur Filipina Di jalur dari Filipina kemungkinan besar pecah menjadi dua kelompok yaitu kelompok-kelompok burung pemangsa migran yang menuju Kalimantan Utara melewati Pulau Palawan dan kelompok lainnya yang menuju Sangihe-Talaud melintasi Pulau Luzon. Kelompok-kelompok yang berasal dari Pulau Palawan tersebut masuk melalui wilayah Sabah dan kemungkinan pecah menjadi dua bagian di mana beberapa kelompok seperti Circus cyaneus, Aviceda jerdoni (dianggap ras migran walau ada subspesies penetap di Kalimantan) dan beberapa kelompok kecil Milvus migrans menuju ke Sarawak, Gunung Palung, Danau Sentarum, dan daerah Sungai Kahayan, pedalaman Barito. Beberapa kelompok yang kemungkinan lebih besar seperti Falco peregrinus calidus masuk ke wilayah Berau, ke arah pesisir Kutai, Delta Mahakam, Tanjung Selor, Danau Jempang, dan mencapai wilayah Balikpapan dan Danau Riam Kanan.

Kelompok besar yang melintasi Pulau Luzon melakukan migrasi melintasi kepulauan Sangihe-Talaud, Sulawesi. Di Sangihe-Talaud ini kemungkinan kelompok besar tersebut pecah, di mana satu kelompok menuju ke arah Pulau Poa (Togean) melalui Dumoga dan kelompok lain melakukan pergerakan ke arah Pulau Ternate, Pulau Bacan, Pulau Bisa, kemudian melintasi Obi, Pulau Seram dan berakhir di wilayah Kepulauan Tanimbar. Ada kemungkinan dari Pulau Seram, satu kelompok Accipiter soloensis dan Circus spinolotus menuju Papua melakukan aktivitas hariannya di Teluk Bintuni. Tetapi, untuk Circus spinolotus juga ada spesies penetap di Papua.

Kelompok yang bergerak dari Pulau Poa diperkirakan pecah di mana kelompok besar melakukan pergerakan ke wilayah Rawa Aopa (Sulawesi Tenggara). Kemudian, kelompok tersebut menyeberangi Teluk Bone ke arah Pare-pare dan melintas jauh ke Pulau Laut, Kalimantan Selatan. Dari Kalimantan Selatan, kelompok bergerak ke Danau Riam Kanan dan melakukan aktivitas hariannya di pesisir Balikpapan dan Danau Jempang. Satu kelompok kecil dari Poa pecah ke Kepulauan Taliabu sampai di Pulau Buru. Demikian rumitnya jalur yang harus ditempuh oleh burung-burung pemangsa terutama Elang untuk bermigrasi. Oleh karena itu, burung Elang haruslah memiliki sistem navigasi untuk dapat mengetahui arah secara tepat. Untuk mengetahui kerja sistem navigasi tersebut akan dibahas pada subbab berikutnya.

2.3    Sistem Navigasi pada Burung Elang

Mengapa dan bagaimana awalnya burung bermigrasi, serta apa yang membuat mereka memutuskan untuk bermigrasi telah lama menjadi pusat perhatian. Sebagian  ilmuwan berpendapat bahwa migrasi disebabkan perubahan musim sementara yang lain percaya bahwa burung bermigrasi untuk mencari makan. Ilmuwan menemukan reaksi berbeda dari dari mata semua hewan terbang, berdasarkan lokasi penyimpanan medan magnet. Hal ini merupakan salah satu keajaiban alam. Bahwa burung bisa memahami bahan kimia hanya dengan mata. Padahal secara teknis, mata burung tidak memiliki alat deteksi.

Teori rumit ini melibatkan proses pencahayaan yang diterima mata burung. Inilah yang menjadi perbincangan ilmuwan selama lebih dari 30 tahun. Saat foto cahaya memasuki mata burung maka berhubungan dengan cryptochrome.

Selanjutnya, ini akan menciptakan tekanan energi dalam belitan kuantum, suatu keadaan di mana elektron secara spasial terpisah, namun tetap berdampak satu sama lain.Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana burung-burung ini-tanpa perlindungan, perlengkapan teknis, atau pengamanan, kecuali tubuh mereka sendiri-dapat melakukan penerbangan yang sangat jauh. Migrasi membutuhkan keahlian khusus seperti penentuan arah, cadangan makanan, dan kemampuan untuk terbang dalam jangka waktu yang lama. Hewan yang tidak memiliki ciri-ciri di atas tidak mungkin dapat berubah menjadi hewan migran, atau hewan yang melakukan migrasi.

Para ilmuwan masih belum  menemukan  jawaban bagaimana burung dapat menentukan waktu migrasi. Mereka percaya bahwa makhluk hidup memiliki “jam tubuh” yang membantu mereka mengetahui waktu, bila mereka berada dalam lingkungan tertutup, dan membedakan  perubahan  musim. Bagaimanapun, pada kenyataannya bahwa burung memiliki “jam tubuh yang membantu  mereka mengetahui saat untuk melakukan migrasi” adalah jawaban yang tidak ilmiah.

Teknik navigasi didasarkan pada banyak indera. Cara ini merupakan hasil kombinasi beberapa kemampuan termasuk kemampuan mendeteksi daerah medan magnet, menggunakan pengenalan visual dan juga isyarat pada olfactorius. Reaksi kimia di pigmen cahaya khusus sensitif terhadap panjang gelombang tinggi dipengaruhi oleh daerah tersebut. Dengan pengalaman mereka mempelajari berbagai petunjuk daerah dan pemetaan ini dilakukan oleh megnetitas pada sistem trigeminal. Beberapa penelitian terbaru berhasil menemukan sebuah hubungan syaraf di antara mata dan “kelompokan N”, bagian otak depan yang aktif selama penetapan arah migrasi, yang diyakini menyebabkan burung dapat melihat medan magnet di bumi.

Beberapa cara lain yang digunakan burung Elang untuk menentukan arah antara lain:

  • Sun compass (kompas Matahari)

Beberapa jenis burung Elang mampu menentukan arah dengan baik hanya jika dapat melihat matahari dengan jelas. Bahkan burung migrant malam menggunakan ini sabagai isyarat untuk berangkat pada senja hari.

  • Star compass (kompas bintang).

Burung Elang yang terbang malam biasanya harus mengontrol terbangnya sendiri dalam keadaan kurang jelas, langit berbintang tapi akan menjadi tidak terlihat jika sedang berawan atau mendung. Maka mereka meggunakan pedoman hubungan beberapa rasi bintang dan bukan pada 1 bintang saja.

 

  • Odor Map (Peta rangsang bau)

Biasanya dipakai oleh migrant jarak dekat untuk pulang ke sarang.

  • Magnetic Map (Peta medan magnet)

Burung migrasi dapat mengandalkan pada instingnya untuk pulang. Gangguan terhadap medan magnet dapat mengganggu kemampuan ini.

  • Magnetic Compass (kompas medan magnet).

Beberapa burung Elang tampaknya memiliki “kompas” yang terpasang di organ tubuhnya untuk digunakan saat sedang berawan.

Penelitian berikutnya mengenai sistem navigasi burung Elang menunjukkan bahwa medan magnet bumi berpengaruh terhadap beberapa spesies. Berbagai kajian menunjukkan bahwa tampaknya burung pemangsa memiliki sistem reseptor magnetik yang maju, yang memungkinkan mereka menentukan arah dengan menggunakan medan magnet bumi. Sistem ini membantu burung menentukan arah dengan merasakan perubahan medan magnet bumi selama migrasi. Berbagai eksperimen menunjukkan bahwa burung migran dapat merasakan perbedaan medan magnet bumi sebesar 2%.

DAFTAR RUJUKAN

Allen, A.A. 1961. The Book of Bird Life: A Study of Birds in Their Native Haunts

            (Second Edition). New Jersey: D. Van Nostrand Company, Inc.

Awalluddin, N.H. 2008. Fenomena Migrasi Burung Pemangsa. (Online).

http://sbc.web.id/2008/07/fenomena-migrasi-burung-pemangsa/. Diakses tanggal 13 April 2011.

Lindsay, Bethany. 2005. The Compasses of Birds. (Online).

            http://www.scq.ubc.ca/the-compasses-of-birds/. Diakses tanggal 13 April 2011.

Sukmantoro, Wishnu. 2007. Migrasi Burung Pemangsa Asia. (Online).

http://dasarburung.wordpress.com/2007/10/10/migrasi-burung-pemangsa/. Diakses tanggal 13 April 2011.

Susanto, Pudyo. 2000. Pengantar Ekologi Hewan. Jakarta: Direktorat Jenderal

            Pendidikan Tinggi-Departemen Pendidikan Nasional.

Zachra, Ellyzar. 2011. Sistem  Navigasi Burung Menakjubkan. (Online).

http://sbc.web.id/2010/07/sistem-navigasi-burung-menakjubkan/. Diakses tanggal 13 April 2011.

 

 

 

Prologue..

Assalamualaikum Wr. Wb 🙂

Holla everybody 😀 *gaya sok ceria*

Setelah sekian lama berpikir dan menimbang (semacam tukang daging), akhirnya saya memutuskan untuk membuat blog..

Entah SETAN mana yang memprovokasi saya #ups untuk membuat blog, padahal blog sebelumnya udah kumuh dan lusuh banget saking lamanya gak dibuka…gak percaya?? sampai banyak sarang laba-labanya lho..ehehehe

Hmm…bingung juga nih mau ngomong apa, maklum bukan pejabat kelas teri yang suka umbar visi dan misi di tipi eh televisi (apasih kok ngelantur kemana-mana -___-” )

Ya udah deh, cukup sekian dan terima kasih buat semua. Silahkan menikmati blog saya ya..dan selamat menunggu posting-posting berikutnya 😀

 

Ciao,

Love and Million Hugs..

Char \(^_^)/

By Charramadhani Dikirimkan di Prologue